* INFORMASI TENTANG SOEKARNO :1). Soekarno lahir di Blitar, 6 Juni19012). Soekarno anak dari Raden Soekami dan Ida Ayu Rai3). Dari keluarga yang berketurunan Bangsawan4). Menempuh pendidikan tinggi dan lulus dari sekolah Teknik Tinggi di Bandung tahun 19255). Sebagai mahasiswa dibidang teknik dan terbilang pintar6). Lulus tahun 1926 Soekarno memuat ide-ide dalam artikel yang berjudul "Nasionalisme, Agama, dan Marxisme" yang berarti ide persatuan antar kelompok yang kemudian menandai pemikiran politiknya sepanjang karirnya.7). Pada tahun 1927 dibentuklah Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan menerapkan sikap nonkooperasi dengan Belanda yang membuatnya keluar masuk tahanan8). Tahun 1929 Soekarno di tahan oleh Belanda dipenjara sukamiskin, bandung karena aktifitas politiknya9). Pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia10). Pada akhirnya tahun 1956,Soekarno membubarkan semua Partai Politik, dan kemudian membentuk Demokrasi Terpimpin tahun 1959*INFORMASI TENTANG JOHN F. KENNEDY1). Tidak ada informasi tentang kelahiran JFK2). John F. Kennedy anak dari pasangan Joseph Patrick Kennedy dan Rose Fitzgerald3). Keluarga dari Amerika yang terkenal kaya dan terpandang4). Menempuh pendidikan di Canterbury School, kemudian keluar lalu pindah di Choate Prepatory School di Willing Ford tahun 19355). Sebagai seorang atlet yang baik dan pintar6). Lulus tahun 1940 John F. Kennedy memuatkan karya tulisan dalam buku "Why England Slept" mendapat perhatian di AS dan Inggris7). Pada tahun 1943 JFK berdinas sebagai komandan PT Boat Log di Pasifik Selatan.8). Pada Agustus 1945 kapal yang dipimpin John F. Kennedy dihantam Destroyer Jepang di perairan New Georgia, kepulauan Solomon dan akhirnya kapal terbelah 2 dan 12 orang awaknya tewas.9). Tahun 1944 JFK terjun ke dunia Politik. Ia tercatat menjadi anggota House Of Represtatives Dan menjadi anggota Kongres dan Senat10). Tahun 1960 JFK mencalon diri sebagai presiden AS. Semua partai menganggap JFK tidak te
Mari Mengolah Kata
Tugas Bahasa Indonesia Tahun Ajaran 2015/2016
Jumat, 06 November 2015
Kamis, 05 November 2015
Selasa, 15 September 2015
Periodisasi Sastra indonesia
Periodisasi Sastra Indonesia
Angkatan Balai Pustaka (1920—1933)
Balai Pustaka didirikan pada tahun 1908, tetapi baru tahun 1920-an kegiatannya dikenal banyak pembaca (Purwoko, 2004: 143). Berawal
ketika pemerintah Belanda mendapat kekuasaan dari Raja untuk
mempergunakan uang sebesar F.25.000 setiap tahun guna keperluan sekolah
bumi putera yang ternyata justru meningkatkan pendidikan masyarakat.
Commissie voor de Inlandsche School-en Volkslectuur, yang dalam
perkembangannya berganti nama Balai Poestaka, didirikan dengan tujuan
utama menyediakan bahan bacaan yang “tepat” bagi penduduk pribumi yang
menamatkan sekolah dengan sistem pendidikan Barat. Sebagai pusat
produksi karya sastra, Balai Poestaka mempunyai beberapa strategi
signifikan (Purwoko, 2014: 147), yaitu
- merekrut dewan redaksi secara selektif
- membentuk jaringan distribusi buku secara sistematis
- menentukan kriteria literer
- mendominasi dunia kritik sastra
Pada
masa ini bahasa Melayu Riau dipandang sebagai bahasa Melayu standar
yang yang lebih baik dari dialek-dialek Melayu lain seperti Betawi,
Jawa, atau Sumatera. Oleh karena itu, para lulusan sekolah asal
Minangkabau, yang diperkirakan lebih mampu mempelajari bahasa Melayu
Riau, dipilih sebagai dewan redaksi. Beberapa diantaranya adalah Armjin
Pene dan Alisjahbana. Angkatan Balai Poestaka baru mengeluarkan novel
pertamanya yang berjudul Azab dan Sengsara karya
Merari Siregar pada tahun 1920-an. Novel yang mengangkat fenomena kawin
paksa pada masa itu menjadi tren baru bagi dunia sastra. Novel-novel
lain dengan tema serupa pun mulai bermunculan. Adapun ciri-ciri karya
sastra pada masa Balai Poestaka, yaitu
- Gaya Bahasa : Ungkapan klise pepatah/pribahasa.
- Alur : Alur Lurus.
- Tokoh : Plot karakter ( digambarkan langsung oleh narator ).
- Pusat Pengisahan : Terletak pada orang ketiga dan orang pertama.
- Terdapat digresi : Penyelipan/sisipan yang tidak terlalu penting, yang dapat menganggu kelancaran teks.
- Corak : Romantis sentimental.
- Sifat : Didaktis (pendidikan)
- Latar belakang sosial : Pertentangan paham antara kaum muda dengan kaum tua.
- Peristiwa yang diceritakan saesuai dengan realitas kehidupan masyarakat.
- Puisinya berbentuk syair dan pantun.
- Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dll.
- Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan.
Angkatan Pujangga Baru (1933—1942)
Pada tahun1933, Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sultan Takdir Alisjahbana mendirikan sebuah majalah yang diberi nama Poejangga Baroe. Majalah Poedjangga Baroe menjadi wadah khususnya bagi seniman atau pujangga yang ingin mewujudkan keahlian dalam berseni.Poedjangga Baroe merujuk
pada nama sebuah institusi literer yang berorientasi ke aneka kegiatan
yang dilakukan para penulis pemula. Majalah ini diharapkan berperan
sebagai sarana untuk mengoordinasi para penulis yang hasil karyanya
tidak bisa diterbitkan Balai Poestaka (Purwoko, 2004: 154).
Selain
memublikasikan karya sastra, majalah ini juga merintis sebuah rubrik
untuk memuat esai kebudayaan yang diilhami oleh Alisjahbana dan Armijn
Pane. Kelahiran majalah Poedjangga Baroe menjadi titik tolak kebangkitan kesusastraan Indonesia. S.T. Alisjahbana, dalam artikel Menudju Masjarakat dan Kebudajaan Baru, menjelaskan
bahwa sastra Indonesia sebelum abad 20 dan sesudahnya memiliki
perbedaan yang didasari pada semangat keindonesiaan dan keinginan yang
besar akan perubahan.
Adapun karakteristik karya sastra pada masa itu terlihat melalui roman-romannya yang sangat
produktif dan diterima secara luas oleh masyarakat. Pengarang yang
paling produktif yaitu Hamka dan Alisjahbana. Hamka, dalam Mengarang Roman, mengatakan
Roman adalah bentuk modern dari hikayat. Roman memperhalus bahasa yang
sebelumnya sangat karut marut menyerupai kalimat Tionghoa sehingga
secara tidak langsung roman-roman yang ada mampu memicu minat baca
masyarakat yang awalnya tidak gemar membaca.
Berdasarkan
isi cerita, tema-tema yang ada memperlihatkan kecenderungan para
pengarang yang membuat tokoh-tokoh dalam ceritanya berakhir pada
kematian. Pengaruh
Barat yang sangat kental pada perkembangan sastra Indonesia dalam
periode Pujangga Baru menghasilkan beberapa perbedaan pandangan dalam
kalangan sastrawan pada saat itu.Sebagai contoh, novel pertama yang diterbitkan majalah ini,Belenggu, pernah
ditolak oleh Balai Pustaka karena dianggap mengandung isu tentang
nasionalisme dan perkawinan yang retak. Dengan alasan didaktis, kedua
isu budaya tersebut dianggap tidak cocok dengan kebijakan pemerintah
kolonial.
Angkatan ’45
Munculnya
Chairil Anwar dalam panggung sejarah sastra Indonesia dengan
menampilkan sajak-sajak yang bernilai tinggi memberikan sesuatu yang
baru bagi dunia sastra tanah air. Bahasa yang dipergunakannya adalah
bahasa Indonesia yang berjiwa. Bukan lagi bahasa buku, melainkan bahasa
percakapan sehari-hari yang dibuatnya bernilai sastra (Rosidi, 1965:
91). Dengan munculnya kenyataan itu, maka banyaklah orang yang
berpendapat bahwa suatu angkatan kesusateraan baru telah lahir. Angkatan
ini memiliki beberapa sebutan, yaitu Angkatan ’45, Angkatan
Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Perang, Angkatan Sesudah
Perang, Angkatan Sesudah Pujangga Baru, Angkatan Pembebasan, dan
Generasi Gelanggang.
Angkatan ’45 adalah angkatan
yang muncul setelah berakhirnya Angkatan Pujangga Baru. Angkatan ini
terbentuk karena Angkatan Pujangga Baru dianggap gagal menjalankan
gagasannya. Pujangga Baru yang semula memiliki gagasan baratisasi sastra Indonesia, nyatanya hanya mentok pada belandanisasi. Dengan
kata lain, tokoh-tokoh atau karya-karya seni dan sastra yang diambil
sebagai acuan dan sumber inspirasi hanya berasal dari negeri Belanda
saja, bukan dari penjuru Barat. Untuk meluruskan persepsi tersebut,
muncullah Angkatan ’45 sebagai gantinya.
Keberadaan angkatan ini erat hubungannya dengan Surat Kepercayaan Gelanggang. Konsep
humanisme universal menjadi acuan Perkumpulan Gelanggang karena mereka
merasa karya-karya yang dibuat oleh Angkatan Pujangga Baru kurang
realistis pada masa itu. Angkatan Pujangga Baru yang beraliran romatis
dinilai terlalu utopis dan hanya mementingkan estetika. Berbeda dengan
Angkatan Pujangga Baru, Angkatan ’45 beraliran ekspresionisme-realistik.
Karya-karya yang dihasilkan bergaya ekspresif, menggambarkan identitas
si seniman dan juga realistis. Dalam hal ini, realistis berarti
fungsional atau berguna untuk masyarakat. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Angkatan ’45 menganut pendapat seni untuk masyarakat,
sementara Pujangga Baru menganut pendapat seni untuk seni.
Tema
yang banyak diangkat dalam karya-karya seni Angkatan ’45 adalah tema
tentang perjuangan kemerdekaan. Dari karya-karya bertemakan perjuangan
itulah amanat
yang menyatakan bahwa perjuangan mencapai kemerdekaan tak hanya dapat
dilakukan melalui politik atau angkat senjata, tetapi perjuangan juga
dapat dilakukan melalui karya-karya seni. Angkatan
’45 mulai melemah ketika sang pelopor, Chairil Anwar, meninggal dunia.
Selain itu, Asrul Sani, yang juga merupakan salah satu pelopor mulai
menyibukkan diri membuat skenario film. Kehilangan akan kedua orang
tersebut membuat Angkatan ’45 seolah kehilangan kemudinya. Akhirnya,
masa Angkatan ’45 berakhir dan digantikan dengan Angkatan’50.
Angkatan
’45 memiliki gaya yang berbeda dengan Angkatan Pujangga Baru. Gaya ini
dipengaruhi oleh kondisi politik masing-masing angkatan. Angkatan
Pujangga Baru memiliki gaya romantis-idealis karena pada saat itu
perjuangan kemerdekaan belum sekeras yang dialami Angkatan ’45.
Sementara Angkatan ’45 yang terbentuk pada saat gencarnya perjuangan
kemerdekaan memilih gaya ekspresionisme-realistik agar dapat berguna dan
diterima oleh masyarakat. Pada akhirnya, semua angkatan yang ada
sepantasnya menyadari fungsi sosial mereka. Setiap angkatan harus
memikirkan letak kebermanfaatan mereka bagi masyarakat karena mereka
hidup dan tumbuh di dalam masyarakat.
Angkatan 1950
Angkatan
ini dikenal krisis sastra Indonesia. Sejak Chairil Anwar meninggal,
lingkungan kebudayaan “Gelanggang Seniman Merdeka” seolah-olah
kehilangan vitalitas. Salah satu alasan utama terhadap tuduhan krisis
sastra tersebut adalah karena kurangnya jumlah buku yang terbit. Sejak
tahun 1953 , Balai Pustaka yang sejak dulu bertindak sebagai penerbit
utama buku-buku sastra, kedudukannya sudah tidak menentu (Rosidi, 1965:
137). Sejak saat itu aktivitas sastra hanya dalam majalah-majalah,
seperti Gelanggang/Siasat, Mimbar Indonesia, Zenith, Poedjangga Baroe, dll.
Karena
sifat majalah, maka karangan-karangan yang mendapat tempat terutama
yang berupa sajak, cerpen, dan karangan-karangan lain yang tidak begitu
panjang. Sesuai dengan yang dibutuhkan oleh majalah-majalah, maka tak
anehlah kalau para pengarangpun lantas hanya mengarang cerpen, sajak,
dan karangan lain yang pendek-pendek (Rosidi, 1965: 138). Hal itulah
yang memunculkan istilah “sastra majalah” pada masa itu. Berikut
pendapat Soeprijadi Tomodihardjo, dalam artikelnya “Sumber-Sumber Kegiatan”1
- Kesusastraan sedang memasuki masa krisis, masalah kualitas dan kuantitas.
- Ekspansi ideologi ke dalam dunia seni mengakibatkan banyak orang meninggalkan nilai-nilai seni yang wajar, dan ideologi politik kian menguat.
- Seni dan politik adalah pencampuradukan yang lahir dari kondisi masa itu.
- Pada masa itu pula telah lahir organisasi-organisasi kegiatan kesenian yang mengarahkan kegiatanya pada seni sastra dan seni drama.
- Hal ini mengindikasikan seni mendapat perhatian.
- Kesusastraan berhubungan erat dengan adanya tempat berkegiatan, Jakarta di angggap sebagai pusatnya. Anggapan ini diluruskan, Jakarta hanya sebagai pusat produksi dan publikasi
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa angkatan 1950 merupakan angkatan yang
sepi oleh karya karena sastra Indonesia yang ada dianggap sudah tidak
lagi memiliki identitas, kesusasteraan mengalami krisis baik kualitas
maupun kuantitas karena lahirnya pesimisme dan penggunaan seni ke ranah
politik yang tidak dibarengi dengan tanggung jawab.
Angkatan 1966
Adalah
suatu kenyataan sejarah bahwa sejak awal pertumbuhannya
sastrawan-sastrawan Indonesia menunjukkan perhatian yang serius kepada
politik (Rosidi, 1965: 177). Pada masa ini sastra sangat dipengaruhi
oleh lembaga kebudayaan seperti Lekra dan Manikebu. Pada tahun 1961 Lekra,organ PKI yang memperjuangkan komunisme, dinyatakan sebagai organisasi kebudayaan yang memperjuangkan slogan “politik adalah panglima”. Sementara Menifes Kebudayaan merupakan sebuah konsep
atau pemikiran di bidang kebudayaan dan merupakan sebuah reaksi
terhadap teror budaya yang pada waktu itu dilancarkan oleh orang-orang
Lekra. Manifes kebudayaan di tuduh anti-Manipol dan kontra Revolusioner sehingga harus dihapuskan dari muka bumi Indonesia. Pelarangan Manifes Kebudayaan diikuti tindakan
politis yang makin memojokkan orang-orang Manifes Kebudayaan, yaitu
pelarangan buku karya pengarang-pengarang yang berada di barisan. Adapun
buku-buku yang pernah dilarang, antara lain Pramudya Ananta Toer, Percikan Revolusi, Keluarga Gerirya, Bukan pasar Malam ,Panggil Aku Kartini Saja , Korupsi dll; Utuy T. Sontani, Suling, Bunga Rumah makan,Orang-orang Sial, Si Kabayan dll; Bakri Siregar, Ceramah Sastra, JejakLangkah , Sejarah Kesusastraan Indonesia Modern.
Menurut H. B. Jassin, ciri-ciri karya pada masa ini adalah sebagai berikut
- mempunyai konsepsi Pancasila
- menggemakan protes sosial dan politik
- membawa kesadaran nurani manusia
- mempunyai kesadaran akan moral dan agama
Angkatan 70-an sampai sekarang
Pada
masa ini karya sastra berperan untuk membentuk pemikiran tentang
keindonesiaan setelah mengalami kombinasi dengan pemikiran lain, seperti
budaya. Ide, filsafat, dan gebrakan-gebrakan baru muncul di era ini,
beberapa karya keluar dari paten dengan memperbincangkan agama dan mulai
bermunculan kubu-kubu sastra populer dan sastra majalah. Pada masa ini
pula karya yang bersifat absurd mulai tampak.
Di
tahun 1980—1990-an banyak penulis Indonesia yang berbakat, tetapi
sayang karena mereka dilihat dari kacamata ideologi suatu penerbit.
Salah satu penerbit yang terkenal sampai sekarang adalah Gramedia.
Gramedia merupakan penerbit yang memperhatikan sastra dan membuka ruang
untuk semua jenis sastra sehingga penulis Indonesia senantiasa memiliki
kreativitas dengan belajar dari berbagai paten karya, baik itu karya
populer, kedaerahan, maupun karya urban. Sementara setelah masa
reformasi, yaitu tahun 2000-an, kondisi sastra tanah air dapat
digambarkan sebagai berikut2
- Kritik Rezim Orde Baru
- Wacana Urban dan Adsurditas
- Kritik Pemerintah terus berjalan
- Sastra masuk melalui majalah selain majalah sastra.
- Sastra bersanding dengan Seni Lainnya, banyak terjadi alih wahana pada jaman sekarang
- Karya yang dilarang terbit pada masa 70-an diterbitkan di tahun 2000-an, banyak karya Pram yang diterbitkan, karya Hersri Setiawan, Remy Sylado, dsb.
Seperti
seorang anak, Sastra mengalami masa pertumbuhan. Masa pertumbuhan
sastra tidak akan dewasa hingga jaman mengurungnya. Sastra akan terus
menilai jaman melalui pemikiran dan karya sastrawannya. Pada tahun
1970-an, sastra memiliki karakter yang keluar dari paten normatif. Pada
tahun 1980-an hingga awal 1990-an, sastra memiliki karakter yang
diimbangi dengan arus budaya populer. Pada tahun 2000-an hingga saat
ini, sastra kembali memiliki keragaman kahzanah dari yang populer,
kritik, reflektif, dan masuk ke ranah erotika dan absurditas
Komentar / Pendapat tentang Cerpen "Meraih Mimpi Jadi pengusaha"
Senin, 31 Agustus 2015
Struktur cerpen BANUN.
Struktur Teks
“Banun”
Struktur teks Kalimat dalam teks
1.
Abstraksi
Bila ada yang bertanya, siapa
makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa
perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah
jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun, lantaran sifat kikirnya
dari tahun ke tahun semakin mengakar, pada sebuah pergunjingan yang penuh
dengan kedengkian,
seseorang menambahkan
kata “kikir” di belakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat sebagai Banun
Kikir. Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menumbangkan
rekor kekikiran Banun .
2.
Orientasi
Ada banyak Banun di perkampungan lereng bukit yang sejak dulu
tanahnya subur hingga tersohor sebagai daerah penghasil padi kwalitet nomor
satu itu. Pertama, Banun dukun patah-tulang yang dangau usangnya kerap
didatangi laki-laki pekerja keras bila pinggang atau pangkal lengannya terkilir
akibat terlampau bergairah mengayun cangkul. Disebut-sebut, kemampuan
turuntemurun Banun ini tak hanya ampuh mengobati patah-tulang orang-orang tani,
tapi juga bisa mempertautkan kembali lutut kuda yang retak akibat bendi yang
dihelanya terguling lantaran sarat muatan. Kedua, Banun dukun beranak yang kehandalannya
lebih dipercayai ketimbang bidan desa yang belum apa-apa sudah angkat tangan,
lalu menyarankan pasien buntingnya bersalin di rumah sakit kabupaten.
Sedemikian mumpuninya kemampuan Banun kedua ini, bidan desa merasa lebih banyak
menimba pengalaman dari dukun itu ketimbang dari buku-buku semasa di akademi.
Ketiga, Banun tukang lemang yang hanya akan tampak sibuk pada hari Selasa dan
Sabtu, hari berburu yang nyaris tak sekali pun dilewatkan oleh para penggila
buru babi dari berbagai pelosok. Di hutan mana para pemburu melepas anjing, di
sana pasti tegak lapak lemang-tapai milik Banun. Berburu seolah tidak afdol
tanpa lemang-tapai bikinan Banun, yang hingga kini belum terungkap rahasianya.
Tapi, hanya ada satu Banun Kikir yang karena riwayat kekikirannya begitu
menakjubkan, tanpa mengurangi rasa hormat pada Banun-Banun yang lain,
sepatutnyalah ia menjadi lakon dalam cerita ini. Di sepanjang usianya, Banun
Kikir tak pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur keluarganya.
Perempuan itu menanak nasi dengan cara menyorongkan seikat daun kelapa kering
ke dalam tungku, dan setelah api menyala, lekas disorongkannya pula beberapa
keping kayu bakar yang selalu tersedia di bawah lumbungnya. Saban petang,
selepas bergelimang lumpur sawah, daun-daun kelapa kering itu dipikulnya dari
kebun yang sejak lama telah digarapnya. Mungkin sudah tak terhitung berapa
jumlah simpanan Banun selama ia menahan diri untuk tidak membeli minyak tanah
guna menyalakan tungku. Sebab, daun-daun kelapa kering di kebunnya tiada bakal pernah
berhenti berjatuhan.
3.
Komplikasi
“Hasil sawah yang tak
seberapa itu hendak dibawa mati, Mak?” tanya
Rimah suatu ketika.
Kuping anak gadis Banun itu panas karena gunjing perihal Banun Kikir tiada
kunjung reda.
“Mak tak hanya kikir pada
orang lain, tapi juga kikir pada perut sendiri,”
gerutu Nami, anak kedua
Banun.
“Tak usah hiraukan
gunjingan orang! Kalau benar apa yang
mereka
tuduhkan, kalian tak
bakal mengenyam bangku sekolah, dan seumur-umur
Senin, 17 Agustus 2015
Unsur - unsur cerpen juru masak
- Tema : Juru masak yang bimbang
- Makaji : baik hati, suka membantu orang lain
- Azrial : Pekerja keras, ulet, semangat - Mangkudun : Sombong pada orang lain, suka menindas orang
3. Alur : Campur
4. Setting:
- Tempat : Rumah makaji
- Waktu : Sore dan Malam hari
- Suara : haru
5. Sudut pandang : orang ke - 3
6. Amanat :
- Jangan suka menindas atau meremehkan orang lain
- Senantiasa menepati janji pada orang yang sudah diberi janji
Unsur Ekstrinsik
Nilai Sosial : .."Sejak dulu, Makaji tidak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak menggelar pesta, tak perduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya
Nilai Moral : .."Merah padam muka Azrial"
Nilai Sosial Budaya : "Para tetua kampung menyiapkan pertunjukan pencak guna menyambut kedatangan pria. Para pesilat turut ambil bagian memeriahkan pesta perkawinan anak gadis orang terkaya di Lareh Panjang.
Legenda Danau Toba
Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. "Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar," gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya.
Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.
Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. "Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku." Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita. "Bermimpikah aku?," gumam petani.
"Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata," kata gadis itu. "Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu," kata gadis itu seolah mendesak. Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.
Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut. "Dia mungkin bidadari yang turun dari langit," gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. "Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus! " kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.
Setahun kemudian, kebahagiaan Petan dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri.
Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka. "Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!" kata Petani kepada istrinya. "Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang seorang suami dan ayah yang baik," puji Puteri kepada suaminya.
Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. "Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !," umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu.
akhirnya si petani itu pun melanggar janji nya sendiri,setelah itu anak itu berlari ke rumah dan bertanya kepada ibuknyadan ibuk nyamenjelaskan semuanya setelah di jelaskan semuanyaibu dan anak tersebut lari ke sebuah desa dan petani itu mengejar isri dan anak nya,namun ibu dan anak tersebut meminta pertolongan kepadaupin dan ipin untuk menghalau petani tersebutagar tidak mengikutinya,usaha itu pun berhasil,lalu ibu dan anak tersebut melanjutkan perjalanan,sampai di tengah jalan anak tersebut mengeluh karena lapar,dan ibug itu bertemu 2 org yang bernama sopo dan jarwo,lalu sopo dan jarwo memintaibu dan anak tersebut agar beristirahat di desa nya,lalu sopo danjarwo mengajak ke rumah pak haji udin dan meminta kpd pak hajiudin agar boleh tinggal di desa ono"setelah bernegosiasi"pak haji udin mengatakan boleh tinggal di sini dan menetap di desa ini.
setelah 2 hari tinggal di rumah pak haji udin,2 orang ini mempunyai inspirasi untuk membangun rumah makan,namun tdk mempunyai modal,setelah itu 2 org ini memintabantuan kpd pak haji udin agar memberi pinjaman sebesar 5 juta untuk membangun rumah makan sederhana nya,lalu pak haji udin berbicara"ya boleh nnti uang nya ku kirim besok pagi",setalah mendapat uang di pagi hari itu ia mulai berbelanja kebetuhan dagangan nya.
2 hari kemudian dia membuka rumah makan baru nya dan tdk di duga rumah mkan nya lari sekali,dan dia menepati janji nyau ntuk membayar pinjaman dari pak haji udin ,namun setelah membayar uang nya ternyata uang nya masih tersisa banyak ,dan2 org ini berinisiatip untuk membangun rumah sendiri,
dan cita-cita itu pun terkabulkan dan 2 org ini hidup tentram dan damai di desa ini.......
TTTAMATTT
Langganan:
Postingan (Atom)